Tanggal 20 Desember 2014
Untuk mencapai desa Kasepuhan Sinar Resmi, tim dari
Dompet Dhuafa dan Dompet Dhuafa travel menggunakan mobil ¾, hal ini disebabkan
jalanan menuju kesana hanya bisa dilewati oleh mobil. Ada dua alternative jalan
untuk menuju ke desa Kasepuhan Sinar Resmi, yang pertama merupakan jalan
umum melewati Cibadak sedangkan jalan yang kedua merupakan jalan potong
melewati daerah bernama Cikidang dimana daerah Cikidang ini benar-benar jalur
yang membutuhkan skill mengemudi yang tinggi karena memiliki banyak tanjakan
dan turunan yang curam serta tikungan-tikungan yang tajam. Melewati jalan
Cikidang ini membuat saya sempat teringat dengan kelok 44 di Sumatra Barat yang memiliki
tikungan tajam berbahaya. Tikungan-tikungan ini sukses membuat saya dan teman-teman yang ada dalam mobil
selama perjalanan jadi banyak-banyak berdoa agar diberi keselamatan sampai
tempat tujuan.
Pemandangan alam di Cikidang |
Butuh waktu kurang lebih 7 jam untuk sampai di desa Kasepuhan Sinar Resmi dan sesampainya disana saya dan teman-teman disambut dengan bunyi-bunyian yang
dinamis. Sekitar 8 orang ibu-ibu memainkan alu yang terbuat dari kayu untuk
menumbuk padi pada lesung yang juga terbuat dari kayu. Bunyi yang dikeluarkan
pun menjadi irama tersendiri membuat saya dan teman-teman serta panitia Dompet Dhuafa dengan
segera mengabadikan momen ini. Sambil mengabadikan, Mas Kohar sebagai pemandu
dari Dompet Dhuafa menjelaskan bahwa kesenian ini bernama Ngagondang. Dulu
ngagondang dimainkan oleh wanita-wanita muda untuk mencari pasangan, kalau
sekarang ngagondang diadakan jika ada perhelatan dan tamu.
Setelah puas menikmati kesenian Ngagondang kami disambut oleh
Abah dan Ambu. Fadli sebagai perwakilan dari peserta Care Visit Agriculture menerima ikat
kepala yang kemudian diikatkan oleh Abah sebagai tanda kami diterima di desa Kasepuhan Sinar Resmi.
warga setempat yang memainkan kesenian Ngagondang |
Kami
pun dijamu dengan berbagai hidangan tradisional baik berupa kue atau makanan yang
memanjakan lidah.
Makan malam dengan berbagai aneka nasi dan lauk
Sebelum beristirahat untuk menempuh perjalanan melihat
sawah yang ditanami oleh benih-benih asli setempat besok pagi, malamnya lagi-lagi kami disuguhi
kesenian seperti dogdog lojor dan jaipongan ditemani jagung bakar melengkapi
suasana malam kami di desa Kasepuhan Sinar Resmi.
Kesenian Dogdog lojor |
Tanggal 21 Desember 2014
Memang beda rasanya bangun pagi-pagi didaerah yang masih asri
apalagi dengan hawa yang sejuk di kaki gunung Halimun rasanya saya dan
teman-teman punya energi berlipat-lipat untuk menjalani hari ini dan ga lengkap
rasanya kalau saya dan teman-teman tidak mengabadikan keindahan alam yang ada
di desa Kasepuhan Sinar Resmi. Jadilah kami berfoto-foto ditempat yang
menurut kami bagus, sebelum kami pergi menuju sawah yang ditanami benih padi
ungu dan merah.
Bergaya ala gadis desa Kasepuhan Sinar Resmi |
Jam 07.30 WIB saya dan teman-teman segera memulai perjalanan
menuju sawah yang ditanami benih padi ungu dan merah. Kalau kata Abah sih,
wisatawan asing terutama dari Jepang terkesan banget dengan padi ungu ini dan
mereka sampai ngebujuk Abah agar hasil padi ungu ini dikirim ke Jepang. Abah
jelas-jelas ngga mau karena abah ingin menjaga padi asli Indonesia,
makanya Abah merasa terbantu dengan adanya program Bank Benih dari Dompet
Dhuafa ini yang membantu mengembangkan dan menjaga padi asli Indonesia terutama milik
desa Kasepuhan Sinar Resmi.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal memang dibutuhkan usaha
yang maksimal pula. Begitu juga untuk melihat sawah yang ditanami benih padi
ungu dan merah ini. Jalannya Subhanallah banget! Saat saya sampai di persawahan, saya sudah senang aja dan mengira kalau ini sawah yang saya dan teman-teman
tuju. “Masih jauh mba, sawah yang kita tuju ada dibalik bukit itu.”kata mba Dina.
Sawah yang saya kira ditanami benih padi ungu dan merah, ternyata masih jauh dibalik bukit itu :'( |
Terpaksa jalan lagi deh, Semangat!! |
Mau ga mau saya dan teman-teman berjalan lagi menuju sawah
yang dituju. Semakin berjalan kedalam, jalanannya semakin menantang membuat
kami lebih berhati-hati dalam berjalan.
Ketemu Pak Tani ^^ |
Finally!! Nyampe juga di sawah yang ditanami benih padi ungu
dan merah. Saya dan teman-teman segera mencari tempat beristirahat untuk
menghilangkan lelah. Sambil beristirahat, Mas Pur panggilan dari Purnama
pemandu kami, menjelaskan tentang jenis-jenis padi yang ditanam.
Beberapa contoh benih padi |
Selesai melihat sawah, saya dan teman-teman kembali menuju
tempat Abah dan Ambu untuk melihat proses selanjutnya dalam mengolah padi menjadi
beras untuk dikonsumsi. Padi yang sudah dipanen ditempatkan pada tempat
penyimpanan padi yang disebut Leuit. Menurut Abah, padi yang ada dileuit akan
digunakan jika dibutuhkan saja. Kemudian padi-padi tersebut ditumbuk di lesung
dengan alu sampai terpisah dengan kulit padi dan selanjutnya ditampi agar kulit
padi terpisah dari beras.
Leuit utama tempat penyimpanan padi yang telah di panen
|
Proses pemisahan kulit padi |
Melihat begitu panjang dan sulitnya proses dari padi menjadi
beras, membuat saya dan teman-teman menjadi lebih bersyukur serta tidak
menyia-nyiakan makanan sedikitpun. Dan salah satu cara bersyukur bisa dengan mendukung program-program dari Dompet Dhuafa ini yang bisa dilihat di www.dompetdhuafa.org
Ngga terasa waktu kami untuk pulang tiba, masing-masing dari
kami berpamitan dengan Abah dan Ambu. Tak lupa Ambu membekali makanan sebagai
bekal perjalanan kami. Ada rasa sedih saat meninggalkan desa Kasepuhan Sinar Resmi, desa yang mengajarkan kearifan lokal. Tapi juga ada rasa gembira ketika saya mendengar untuk musim panen Dompet Dhuafa dan Dompet Dhuafa travel akan mengunjungi desa Kasepuhan Sinar Resmi lagi. Bagi teman-teman yang belum pernah ke desa Kasepuhan Sinar Resmi, jangan sampai ketinggalan saat musim panen karena akan banyak upacara adat selama memanen. Jadi, Sampai jumpa di Care Visit Agriculture selanjutnya.
kereeenn.....
BalasHapusTerimakasih sudah mampir pak 😃
Hapus